ISPtimes.com – Perdagangan illegal sudah menjadi ancaman serius selama bertahun tahun terhadap satwa burung liar di Sumatera.
Terbukti antara Januari 2018 hingga Agustus 2023, aparat penegak hukum di Pelabuhan Bakauheni, Lampung dan Pelabuhan Merak, Banten mencegat setidaknya 252 pengiriman ilegal sebanyak 204.329 ekor burung liar Sumatera, yang sebagian besar dilaporkan menuju ke pasar-pasar burung di Pulau Jawa.
Meskipun upaya penyitaan dan penegakan hukum terus dilakukan, perdagangan illegal burung liar Sumatera ke Jawa belum menunjukkan tanda tanda penurunan yang cukup signifikan.
Dalam laporan ‘Burung Sumatra di Bawah Tekanan’ yang ditulis oleh Drh Donni Muksydayan, Marison Guciano, Drh Muh. Jumadh, Akhir Santoso, Nabila Fatma, Kanitha Krishnasamy, Ramacandra Wong, Olivia H. Amstrong, Dini Pratiwi, Nityasa Namaskari, dan Serene C.L. Chng, menganalisa upaya penyitaan di Pelabuhan Bakauheni, Lampung dan Pelabuhan Merak, Banten, yang menjadi dua titik rawan dalam penyelundupan burung liar Sumatera ke Pulau Jawa pada periode Januari 2018 ke Desember 2021
“Antara Januari 2018 hingga Desember 2021, aparat penegak hukum di dua lokasi tersebut mencegat setidaknya 190 pengiriman ilegal sebanyak 158.805 ekor burung, yang sebagian besar dilaporkan menuju ke pasar pasar burung di Pulau Jawa. Sekitar 82% burung dari 165 insiden disita di Pelabuhan Bakauheni,” kata Kepala Balai Karantina Lampung, Drh Donni Muksydayan di Hotel Amalia, Bandar Lampung.
Analisis penyitaan menunjukkan bahwa burung Perenjak (Prinia) dan burung Cinenen (Tailorbird) merupakan burung yang paling banyak disita, diikuti oleh burung madu (Sunbird).
“Spesies yang tidak dilindungi ini akan menghadapi penurunan populasi jika penangkapan dan perdagangan tidak diatur,” tutur Marison Guciano, Direktur Eksekutif FLIGHT, organisasi yang fokus pada perlindungan burung liar di Indonesia.
Dalam laporan juga terungkap, sebanyak 8.618 burung dari 26 spesies dilindungi disita atau 57% dari total kejadian penyitaan. Pelaku bisa dituntut hukuman karena menyelundupkan burung yang dilindungi berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990.
Menurut Donni, untuk spesies yang tidak dilindungi secara khusus berdasarkan undang-undang No 5 Tahun 1990, peraturan karantina memberikan perlindungan kepada spesies ini karena pengangkutan semua satwa liar memerlukan sertifikat kesehatan, yang diberlakukan oleh Undang Undang Karantina.
Penjatuhan hukuman terjadi sejak November 2019, dengan 23 kasus pengadilan tercatat terhadap 30 pelanggar, dengan denda tertinggi sebesar Rp 100 juta dan hukuman penjara paling lama 16 bulan.
Undang-Undang Karantina No. 21 (2019) yang telah diperbarui dengan hukuman paling berat yaitu 10 tahun penjara dan denda Rp 10 miliar, yang menyoroti pentingnya hal ini bagi burung yang dilindungi dan tidak dilindungi.
Sementara itu pasca periode analisis, yaitu dari Januari 2022 hingga Agustus 2023, kami mencatat tambahan 45.524 burung yang disita dari 62 insiden, yang menandakan adanya tekanan terus-menerus dari perdagangan burung terhadap spesies liar.
Dalam periode tersebut, setidaknya 25 orang lagi yang terlibat dalam 13 insiden perdagangan burung hidup berhasil divonis bersalah. Peran lembaga penegak hukum kini semakin penting dalam melawan perdagangan burung liar di Indonesia.
Penulis merekomendasikan penguatan tindakan pencegahan seperti patroli di habitat burung, pengawasan lebih ketat terhadap para pedagang illegal dan perubahan perilaku konsumen.
Identifikasi spesies yang akurat juga penting untuk menentukan di mana spesies yang dilindungi terlibat dan untuk menentukan dari mana spesies tersebut berasal.
Karena bus mempunyai peranan penting dalam penyelundupan burung, koordinasi lanjutan dengan perusahaan bus perlu dilakukan untuk mencegah pengemudi mereka menerima kiriman ilegal.